Sudah hampir berjalan 8 bulan sejak adanya Dede’ Yoda, dan ini adalah tulisan pertama saya tentangnya. Yang lain sudah ditulis oleh Si Beruang di Blog-nya, salah satu yang terbaru adalah “Mengapa Manusia Ingin Memiliki Anak“. Sedikit banyak saya dan Beruang sudah satu pemikiran, jadi kalau Beruang sudah menulis, saya giliran bercerita saja ke Dede’ Yoda ya. Kali ini, saya ingin bercerita saja tentang kisah saya dan Beruang pergi ke Klinik Bidan Kita di Klaten untuk berkonsultasi mempersiapkan kelahiran Dede’ Yoda, beberapa hari saat libur panjang Lebaran awal Juli lalu.
Berawal dari kisah yang saat ini sedang kekinian, yaitu adanya Gentle Birth, dan karena saya baru membaca bukunya pula, maka saya ingin sekali pergi ke sana untuk berkonsultasi, bahkan kalau bisa melakukan proses kelahiran di sana. Prinsipnya menurut pengertian saya pribadi sih, simple saja, bahwa Ibu berhak memilih proses melahirkan yang nyaman untuknya (posisi tidak harus terlentang, rileks dan persiapan fisik sebelum melahirkan, ataupun tempat melahirkan yang ada di mana saja termasuk di Bidan terdekat).
Berdua mengendarai sepeda motor dari Sleman -yang akhirnya membuat saya sangat pegal punggungnya karena tidak ada senderan di motor- akhirnya kami berhasil menemukan Klinik Bidan Kita. Setelah menunggu beberapa saat, kami akhirnya dipersilakan masuk untuk bertemu dengan Bidan Yesie Aprilia. Saya dan Beruang pun masuk ke ruang pemeriksaan dan konsultasi.
Klinik Bidan Kita
“Jadi, apa yang bisa saya bantu? Ke sini untuk konsultasi ya?” tanya Bidan Yesie.
“Iya, Bu. Saya ingin konsultasi, kalau ingin melahirkan di sini bisa atau tidak? Biaya dan persiapannya bagaimana?” tanyaku.
“Selama ini apa yang sudah dipersiapkan untuk kelahiran?”
“Saya berolahraga dan melakukan aktivitas fisik, senam hamil otodidak, dan baca buku tapi masih sangat sedikit.”
“Jadi, rencana kelahirannya bagaimana? Plan A? Plan B? Plan C?” tanyanya mengejar.
DUENG! Serasa dihantam palu, saya hanya berpandangan dengan Beruang, dan menggeleng pelan. “Plan yang bagaimana ya, Bu?”
“Begini. Kamu minimal harus tahu mengenai seluk beluk kelahiran. Lalu, membuat rencana kelahiran. Tapi rencana kelahiran ini tidak bisa hanya satu. Iya kalau nanti berjalan sesuai rencana, kalau tidak sesuai? Kamu harus mengantisipasi segala sesuatu. Itulah gunanya membuat beberapa rencana. Bagaimana kalau tidak sempat kemari? Apa rencana selanjutnya? Bagaimana kalau bayinya terlilit tali pusar? Apa yang harus dilakukan? Kamu harus membekali diri sendiri dengan segala pengetahuan tentang itu. Jika tidak, nanti kamu hanya bisa “pasrah” kepada dokter yang menangani. Dengan segala situasi tersebut, kamu pasti akan ketakutan karena sugestinya sudah negatif. Kalau dokter bilang caesar, akhirnya kamu hanya bisa pasrah. Kalau kamu pasrah, tapi sebenarnya tidak suka, nanti jadi trauma. Kalau trauma, nanti di alam bawah sadar memberi cap “anak ini susah dilahirkan”. Kalau sudah begitu, nanti anak itu akan dicap “anak susah, anak nakal” dan perkembangan anak itu akan terpengaruh,” jelasnya.
Aku pun melongo. Jujur sampai sekarang pengetahuan saya sangat sedikit mengenai hal itu. Bahkan, persiapan sampai sekarang saja saya masih belum kepikiran kapan mau membeli baju Dede’ Yoda, atau mencari “lungsuran” baju bayi untuknya.
“Persiapan itu juga tidak bisa hanya dari kamu sendiri. Mulai sekarang, cari dokter atau bidan yang pro terhadap kelahiran alami, jika itu yang kamu mau. Coba saja windows shopping dokter dan bidan, tidak dilarang kok, sebagai second opinion juga. Lalu, misalnya mau lahiran di Klaten atau Jogja dan sekitarnya, coba cari RS terdekat sana sebagai second plan. Kalau misalnya di RS JIH, coba main ke sana, pe-de-ka-te dengan tenaga perawat dan bidannya saat berkunjung ke obsgyn. Coba sapa mereka, agar terbangun hubungan personal. Nantinya, saat sudah waktunya, dokter mungkin akan datang hanya sebentar-sebentar saja. Yang menunggui kamu adalah tenaga kesehatan di sana. Hubungan antara kamu dan tenaga kesehatan harus terjalin dengan baik, sehingga konsep kamu dan mereka saat proses tersebut bukan lagi “inferior-superior” tapi “partner diskusi”,” terang Bidan Yesie.
Terus terang saat mendengarkan penjelasan Bidan Yesie, saya merasa memang saya belum tahu apa-apa. Bayangkan saja, selama ini saya memang sering membuat event, atau mengerjakan sebuah proyek. Saya hafal di luar kepala soal planning dan eksekusinya. Tapi kenapa kok saat persiapan mau melahirkan Dede’ Yoda -yang hanya terjadi sekali seumur hidup- saya kurang “belajar”? Duh, saya jadi merasa sangat kecolongan.
Buku-Buku Kehamilan dan Melahirkan dari Bidanku.com
Baiklah. Semenjak konsultasi tersebut, saya jadi sangat bersemangat untuk lebih mencari tahu dan ikut kelas persiapan melahirkan. Practice makes perfect; To cut down a tree in five minutes, spend three minutes sharpening your axe. Tidak ada yang instan di dunia ini. Dan sekarang ini, saya belum terlambat untuk memulai. Bagi teman-teman para ibu yang memiliki pengalaman kehamilan dan melahirkan yang luar biasa, atau para ayah yang memiliki pengalaman menjadi ayah siaga, mari share pengalaman di kolom komentar ya! 🙂 Mari saling belajar, insya Allah…